Review Film "Gerbang Neraka"


Gerbang Neraka, sebuah film karya Rizal Mantovani yang rilis baru-baru ini. Bercerita tentang tiga orang yang memiliki latar belakang yang berbeda. Arni seorang arkeolog yang tergabung dalam tim ekskavasi sangat menyukai sains, Tomo seorang wartawan majalah mistis yang sama sekali tidak percaya dengan hal mistis, sedangkan Guntur Samudra adalah seorang ahli spiritual yang sangat percaya dengan ilmu gaib. Latar belakang tersebut membuat tiga buah simbol, yaitu : Gold, Glory dan Gospel. Menurut saya, ketiga simbol itu merupakan penafsiran dari sifat manusia yang jika digabungkan menjadi sebuah kesempurnaan.
Film yang diproduseri oleh Robert Ronny ini bermula saat ditemukannya situs Piramida di Gunung Padang, Jawa Barat. Singkat cerita presiden menugaskan ekskavasi pada situs tersebut dan menutup situs tersebut untuk umum. Mendengar kabar itu Tomo dan Guntur mendatangi lokasi tersebut. Dan ternyata mereka menemukan kekuatan jahat terkurung dalam piramida.
Pada film ini penonton tidak hanya disuguhkan suasana horror dengan sesosok setan pencabut nyawa yang bernama Badura, disini juga ditambahkan sensasi petualangan dan science fiction. Jadi kalau menurut saya film ini mirip seperti cerita “The Mummy” versi budaya Indonesia. Di film ini juga banyak mengangkat obrolan tentang keadaan Indonesia saat ini, selain itu ada masalah idealisme dan rasionalisme saat perbincangan Tomo dan Guntur di hutan, tentang Tomo yang membuang jauh-jauh idealismenya demi uang. Scene yang paling menarik menurut saya ada pada saat Tomo dan Raja Setan sedang berbincang mengenai Tuhan dan materialistis, bagi saya di situ adalah penyadaran tentang sifat buruk manusia.
Penggabungan fiksi dengan budaya yang ada di Gunung Padang disatukan dengan baik, dan seolah-olah penonton dibuat percaya dengan adanya misteri di situs tersebut adalah nyata. Di awal film penonton disuguhkan dengan sejarah fiksi tentang kehidupan Gunung Padang pada jaman dulu, sehingga membuat film ini seolah-olah nyata terjadi.
Namun kekurangan film ini adalah dalam proses penggarapannya terkadang miss contuinity dan set yang tidak sesuai pada scene sebelumnya pada saat dimunculkan lagi. Dan saat Arni dan tim ekskavasi sedang menggali pintu, Tomo dan Guntur hanya terdiam melihatnya seolah-olah tak memberi bantuan apapun, padahal Guntur dan Tomo dari awal sudah ingin membantunya. Adanya obrolan kurang dibarengi dengan alasan, jadi obrolan tersebut hanya berlangsung pada intinya dan kurang motivasi saat akan memulai obrolan tersebut, sehingga terkesan membosankan dan kaku antar tokoh. Contohnya pada saat Arni, Tomo dan Guntur berbincang mengenai kujang dan penampakan Badura. Untuk special effect hantu dan Badura sudah lumayan baik dan jumpscare-nya pun cukup membuat beberapa teman saya kaget. Namun hanya kurang sedikit mulus.

Indonesia mempunyai keunggulan dalam memproduksi film horror, namun belum sepenuhnya sempurna, ditambah lagi dengan menambahkan petualangan, sci-fi dan action menjadikan pengemasan film ini kurang begitu apik. Tapi dari semua itu saya suka bagaimana sang penulis naskah menyatukan budaya dan fiksi di situs Gunung Padang tersebut. Saya sangat mengapresiasi film ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Study Case Produksi Film Ubudian